KEDUANY BENAR!! Korupsi Sistem dan Sistem Korup



SENIN, 19 SEPTEMBER 2011 | 16:30 WIB
    STATUS HUKUM KORUPSI
    Sepakat Ulama bahwa korupsi adalah perbuatan dosa dan merupakan tindak pidana yang mesti dikenakan sanksi. Namun Ulama berbeda pendapat tentang katagori-isasi tindak pidana korupsi, apakah masuk dalam Hudud atau Ta'zir.
    Jika tindak pidana korupsi dikatagorikan sebagai hudud, maka masuk dalam bagian tindak pidana pencurian dengan sanksi hukum potong tangan. Sedang jika tindak pidana korupsi dikatagorikan sebagai ta'zir, maka sanksi hukumnya sesuai ketetapan hukum negara yang tidak bertentangan dengan ketentuan syar'i, sehingga bisa beragam mulai dari nasihat dan peringatan serta denda, sampai kepada cambuk dan penjara serta potong tangan, bahkan bisa mencapai hukuman mati jika sudah mencapai tingkat yang sangat membahayakan.
    Dengan demikian, sanksi hukum tindak pidana korupsi dalam katagori hudud sudah baku dan tidak boleh dirubah, yaitu hanya potong tangan. Sedang sanksi hukum tindak pidana korupsi dalam katagori kedua tidak baku, sehingga bisa disesuaikan dengan tinggi rendahnya tingkat kesalahan dan dampak yang ditimbulkannya.
    PENCURI DAN POTONG TANGAN
    Dalam Hukum Pidana Islam, seorang pencuri dipotong tangannya jika hasil curiannya mencapai nishab. Standar ukur nishab adalah dinar (mata uang emas) atau dirham (mata uang perak). Satu dinar sama dengan nilai 4.25 (empat koma dua puluh lima) gram emas, sehingga kurs satu dinar saat ini berada dalam kisaran Rp. 2. 250.000 (dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). Sedang satu dirham sama dengan nilai 2.98 (dua koma sembilan puluh delapan) gram perak, sehingga kurs satu dirham saat ini berada dalam kisaran Rp. 68.000 (enam puluh delapan ribu rupiah).
    Menurut Madzhab Hanafi bahwa nishab potong tangan pencuri adalah satu dinar. Dan menurut Madzhab Maliki nishabnya adalah tiga dirham. Sedang  menurut Madzhab Syafi'i nishabnya adalah seperempat dinar. Ada pun Imam Hasan Al-Bashri dan Imam Daud Azh-Zhohiri berpendapat bahwa dalam sanksi hukum tindak pidana pencurian tidak ada nishab, artinya mencuri sedikit atau pun banyak sanksinya tetap sama, yaitu potong tangan.
    Terlepas dari perbedaan pendapat Ulama tentang besarnya nishab potong tangan pencuri, yang jelas semua sepakat bahwa sanksi hukum bagi pencuri yang ditetapkan Allah SWT adalah potong tangan, sebagaimana firman-Nya SWT dalam QS.5.Al-Maaidah : 38.
    LIBERAL DAN POTONG TANGAN
    Kaum Liberal dari kalangan Orientalis mau pun Oksidentalis sejak lama telah menyatakan dengan nada sangat sinis dan penuh kebencian bahwa hukum potong tangan pencuri adalah hukum primitif yang tak berperi-kemanusiaan dan termasuk pelanggaran HAM. Dan tidak jarang Gerombolan Liberal Indonesia menyindir dengan ungkapan : "Jika hukum potong tangan pencuri diterapkan di Indonesia, berapa banyak orang miskin akan kehilangan tangan ?! Dan berapa juta manusia akan hidup sebagai penyandang cacat ?!"
    Suatu pernyataan bodoh yang lahir dari keterbelakangan intelektual. Orang beriman itu cerdas, sehingga diberi oleh Allah SWT hukum yang cerdas pula. Bagaimana tidak cerdas ? Salah satu bukti kecerdasan Hukum Islam adalah bagaimana hukum potong tangan pencuri memberikan perlindungan sangat  mendasar dan amat kokoh terhadap keamanan ekonomi umat manusia, sehingga tindak pencurian sekecil apa pun yang bisa berpotensi menggerogoti kestabilan ekonomi tersebut diberi hukum sangat berat semenjak dini, agar tidak berkembang menjadi penyakit kronis yang akan menghancurkan sendi-sendi ekonomi umat manusia.
    Bukti kecerdasan Hukum Islam lainnya adalah bahwa hukum potong tangan pencuri itu memiliki efek jera yang sangat tinggi, sehingga jika diterapkan secara konsisten justru akan menciptakan kondisi sehat, dimana tidak ada manusia yang perlu dipotong tangannya, karena tidak ada yang berani mencuri. Dengan demikian, tidak ada orang miskin yang kehilangan tangannya dan tidak ada manusia yang menjadi penyandang cacat putus tangan akibat pencurian, karena orang sangat takut mencuri.
    Lagi pula, tidak semua kasus pencurian itu berakhir dengan potong tangan. Ada banyak syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan sanksi hukum potong tangan pencuri, sebagaimana dibahas dengan sangat rinci dalam kitab-kitab Fiqih para Ulama Salaf mau pun Khalaf. Hukum potong tangan itu berat, maka syarat pelaksanannnya pun ketat, agar supaya tidak salah menjatuhkan hukum. Bahkan kasus pencurian sebelum masalahnya naik ke pengadilan, masih bisa menerima maaf dari korban, sehingga si pencuri terbebas dari hukum potong tangan.
    Di zaman Sayyiduna Umar RA, hukum potong tangan pencuri pernah tidak berlakukan untuk sementara waktu karena paceklik yang panjang dan kelaparan di banyak tempat sehingga terjadi banyak kasus pencurian pangan dan ternak. Ketika itu, Sang Khalifah mengambil kebijakan untuk memulihkan ekonomi terlebih dahulu hingga kondisi normal kembali, setelah itu baru memberlakukan semula hukum potong tangan pencuri. Artinya, untuk negara seperti Indonesia, kebijakan Sang Khalifah tersebut bisa dicontoh, yaitu pulihkan dulu ekonomi baru potong tangan pencuri. Dengan demikian, tidak akan ada potong tangan pencuri-pencuri miskin yang mencuri karena kelaparan atau tekanan ekonomi yang berat.
    Orang beriman tentu yakin bahwa Hukum Allah SWT pasti benar dan pasti adil serta pasti sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dan orang beriman tak akan pernah ridho Hukum Allah SWT diganti dengan hukum jahiliyyah mana pun, karena orang beriman meyakini bahwasanya tidak ada hukum apa pun dan dari siapa pun yang lebih baik dari pada Hukum Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam QS.5.Al-Maa-idah : 50. Karenanya, menjadi jelas kekafiran mereka yang menyebut Hukum Allah SWT sebagai hukum primitif tak berperi-kemanusiaan yang melanggar HAM. Dan menjadi jelas pula kesesatan mereka yang menyindir Hukum Allah SWT sebagai pembawa bencana bagi orang miskin atau pembawa cacat bagi manusia.
    PENCURI DAN KORUPTOR
    Pencuri seekor kambing seharga Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) dengan sengaja tanpa ada unsur keterpaksaan sudah bisa dipotong tangan, sesuai dengan nishab Madzhab Syafi'i berdasarkan kurs dinar saat ini. Lalu bagaimana dengan koruptor ratusan juta bahkan milyaran hingga trilyunan rupiah ?!
    Kebanyakan pencuri berasal dari kalangan orang miskin tak mampu, sedang kebanyakan koruptor berasal dari kalangan orang kaya yang mampu. Kebanyakan pencuri berasal dari kalangan wong cilik yang serba kekurangan, sedang kebanyakan koruptor berasal dari kalangan pegawai negeri mau pun swasta yang berkecukupan. Kebanyakan pencuri berasal dari kalangan rakyat jelata, sedang kebanyakan koruptor berasal dari kalangan pejabat berkuasa.
    Kebanyakan pencurian bersifat individual, artinya para pelaku terbatas kepada pribadi orang per orang atau kelompoknya masing-masing, sedang kebanyakan korupsi bersifat struktural yaitu melibatkan kalangan atas hingga ke bawah secara hirarki kepemimpinan, bahkan melebar kesamping sesuai sayap kemitraan. Kebanyakan pencurian hanya berdampak mikro kepada korbannya saja, sedang kebanyakan korupsi berdampak makro yang merugikan berbagai pihak. Kebanyakan pencurian hanya memiliki efek domino yang pendek dan sempit, sedang kebanyakan korupsi memiliki efek domino yang panjang dan meluas.
    Dengan demikian, tidak diragukan bahwasanya korupsi lebih jahat dan lebih berbahaya dari pada pencurian, apalagi korupsi yang mencapai ratusan juta hingga milyaran bahkan trilyunan rupiah. Karenanya, koruptor harus dikenakan sanksi hukum yang berat, sekurangnya sama dengan hukum pencuri yaitu potong tangan, dan bagi tindak pidana korupsi besar dan sangat membahayakan harus dihukum mati.
    Namun ironisnya, dengan dalih penegakan hukum, nenek tua tak berdaya yang mengambil dua butir buah coklat dan petani miskin yang mengambil sebuah semangka, harus menghadapi proses hukum yang berliku dengan tuduhan sebagai "pencuri". Sementara ada koruptor yang dengan bebas tak terjerat hukum. Ada pun koruptor yang ditahan, ada yang bisa buat istana dalam penjara dan ada pula yang bisa jalan-jalan ke Bali menonton tenis. Parahnya, koruptor mendapat remisi masa tahanan, sehingga lahir anekdot : Di Arab koruptor dipotong tangan. Di China koruptor dipotong kepala. Di Indonesia koruptor dipotong masa tahanan. Fantastisnya, ada koruptor "Kakap" dikejar hingga ke Kolumbia, melintasi empat benua : Asia, Eropa, Afrika dan Amerika, namun menjijikkannya banyak koruptor lain setingkat "Hiu" dan "Paus" lari ke negeri jiran tidak ditangkap. Kenapa ???
    AKIBAT KORUPSI
    Aliran dana asing yang mengalir kepada para pembela aliran sesat dan penodaan agama adalah bentuk kejahatan korupsi perlindungan kesesatan. Aliran dana barat yang mengalir kepada para pengambil keputusan negara untuk proyek terorisasi Islam adalah bentuk kejahatan korupsi  rekayasa teroris. Aliran dana kapitalis yang mengalir kepada para pembuat undang-undang yang mengizinkan privatisasi BUMN atau perusahaan vital negara oleh perusahaan dalam negeri mau pun luar negeri adalah bentuk kejahatan korupsi pelayanan kapitalis. Aliran dana setoran kepada para penguasa untuk melegalkan atau mengamankan berbagai industri ma'siat adalah bentuk kejahatan korupsi legalisasi ma'siat. Aliran dana mafia kepada para penegak hukum untuk merampas hak-hak rakyat adalah bentuk kejahatan korupsi penindasan rakyat jelata.
    Selain itu, korupsi telah banyak menciptakan kehancuran berbagai perusahaan, sehingga jutaan karyawan harus terkena PHK. Bahkan korupsi telah secara sadis merampas hak hidup rakyat kecil, seperti munculnya "perizinan" bagi menjamurnya swalayan-swalayan dan market-market di kampung-kampung yang memberangus warung-warung wong cilik. Mereka yang terkena PHK atau yang terberangus usahanya harus jatuh bangun mencari pekerjaan baru. Tidak sedikit para korban kejahatan koruptor menderita menjadi gelandangan, ada pula yang terpaksa menjadi pencuri atau perampok atau kerja di industri ma'siat, bahkan ada yang membunuh atau bunuh diri karena stress berat. Korupsi telah melenyapkan lapangan kerja sekaligus menimbulkan aneka kerusakan di tengah kehidupan masyarakat.
    Dengan demikian, korupsi telah menjadi pembela aliran sesat, pelindung penoda agama, penghancur gerakan Islam, pengaman bisnis ma'siat, perampok kekayaan negara, perampas harta rakyat, pelayan kapitalis, penindas rakyat jelata, pelenyap lapangan kerja, pencipta kemelaratan, penyebab problem sosial tingkat tinggi, pengantar kerusakan tatanan kehidupan masyarakat dan penghancur keharmonisan berbangsa dan bernegara. Korupsi adalah kejahatan dasamuka, suatu saat berwajah pencurian kekayaan, di saat lain berwajah penyalahgunaan wewenang, di saat yang lain lagi dalam wajah penindasan dan penjajahan, bahkan terkadang dalam bentuk teror dan penganiayaan hingga pembunuhan.
    Itulah karenanya, ada kalangan Ulama yang mengkatagorikan koruptor sebagai pelaku kerusakan di atas muka bumi, sehingga diancam dengan hukuman mati atau disalib atau potong tangan dan kaki secara silang, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.5.Al-Maa-idah : 33.
    KORUPSI DAN SISTEM
    Korupsi di Indonesia ibarat penyakit "koreng" di sekujur tubuh akibat darah yang kotor, sehingga kalau pun koreng tersebut diobati satu per satu sedang darah kotornya tetap dibiarkan, maka "satu koreng sembuh, seribu koreng tumbuh". Karenanya, disamping setiap koreng diobati, maka darah kotornya pun harus diganti dengan darah bersih, sehingga terwujud penyembuhan menyeluruh. Artinya, pemberantasan korupsi di Indonesia harus dimulai dengan pembersihan dan pembenahan sistemnya.
    Dalam sistem demokrasi Indonesia, suara rakyat dan suara partai serta suara anggota dewan bisa diperjual-belikan. Undang-Undang jadi pesanan. Peraturan jadi objekan. Siapa punya uang jadi pemenang. Tradisi rakyat pun berubah dari "membela yang benar" menjadi "membela yang bayar". Dari mulai pencalonan kepala kampung hingga kepala daerah bahkan sampai kepala negara, semuanya uang yang berperan. Partai dan kelompok pendukung beramai-ramai menikmati "sogokan" dengan istilah "gizi", "tali penyambung", "modal juang", "ongkos sosialisasi", "biaya akomodasi" dan ada juga yang menyebutnya sebagai "pampasan perang". Belum lagi MoU bagi-bagi "kue kekuasaan" antar partai pendukung, yang di kemudian hari pos-pos kekuasaan yang didapatkannya menjadi "Kas Khusus" untuk membesarkan partainya masing-masing.
    Para konglomerat pun tidak mau ketinggalan berlomba menanam saham dalam pencalonan dan pemilihan tersebut, dengan "ikatan janji" mendapatkan aneka proyek bisnis dengan omset milyaran setelah kemenangan. Berbagai keserakahan mengelilingi perebutan kekuasaan, dan berbagai kerakusan siap menerkam rakyat saat pesta kemenangan. Hari kemenangan berarti hari hitung-hitungan biaya pemasukan dan pengeluaran, serta hari pengaturan strategi untuk mengembalikan modal sekaligus mengais keuntungan. Hal semacam ini juga terjadi di hampir seluruh sektor pekerjaan, mau jadi pegawai, ingin naik pangkat dan jabatan, minta penempatan yang basah, dan yang sejenisnya. Semuanya harus ada "uang pelicin". Ini namanya sistem korup !
    Sistem Korup di Indonesia pada mulanya lahir dari Korupsi Sistem. Amanat konstitusi Indonesia sejak awal berdirinya NKRI telah menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Musyawarah sebagaimana tertera dalam Pancasila sila keempat, bukan Negara Demokrasi, apalagi Negara Liberal. Namun kenyataannya, kini tangan-tangan kotor demokrasi mencengkeram dan mengotori sendi-sendi Musyawarah Mufakat, bahkan kuku-kuku tajam Neolib ditancapkan di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini namanya Korupsi Sistem !
    REVOLUSI SISTEM ATAU REVOLUSI RAKYAT
    Melihat kondisi semacam itu, rakyat pun muak, kecewa dan putus asa, sehingga kepercayaan kepada penegakan hukum mau pun pemerintah runtuh sudah. Akhirnya berbagai simbol negara dilecehkan, Pancasila dipelesetkan menjadi Pancagila, UUD dipelesetkan menjadi Ujung-Ujungnya Duit, KUHP dipelesetkan menjadi Kasih Uang Habis Perkara, DPR dipelesetkan menjadi Dewan Penggarongan Rakyat, Sistem Presidensial dipelesetkan menjadi Presiden Sial, KPK dipelesetkan menjadi Komisi Perlindungan Koruptor, PTIK dipelesetkan menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kejahatan, dan lain sebagainya. sungguh sangat memprihatinkan.
    Di Inggris saat ini, peningkatan pengangguran telah menimbulkan huru-hara di berbagai kota besar, termasuk ibu kota London. Padahal, masyarakat Inggris secara umum terpelajar dan berpenghasilan. Lalu bagaimana di Indonesia, yang masyarakatnya sudah terpuruk dalam kondisi yang sangat parah, bukan lagi peningkatan pengangguran yang terjadi, bahkan peningkatan kemelaratan yang naik tajam. Pada tahun 1998, kondisi macam ini telah mengantarkan kepada huru-hara nasional yang melahirkan reformasi. Dan kini, reformasi telah berubah menjadi "repotnasi". Lalu akankah repotnasi melahirkan revolusi sosial ? Bisa jadi, karena indikasinya setiap hari sudah tampak, yaitu adanya peristiwa huru-hara lokal di berbagai daerah, seperti pembakaran kantor kelurahan dan kecamatan karena penyelewengan distribusi raskin (beras orang miskin), atau penghancuran kantor DPRD, Gubernur dan KPUD karena kecurangan dalam Pilkada, atau bentrok pedagang kaki lima dengan aparat karena penggusuran tempat usaha, dan lain sebagainya.
    Itu semua adalah revolusi lokal, yang jika dibiarkan akan terus bergulir bagai bola salju, sehingga akhirnya bisa berubah menjadi revolusi sosial secara nasional. Karenanya, untuk mencegah terjadinya revolusi sosial, maka harus segera dilakukan revolusi sistem. Sistem berbangsa dan bernegara di Indonesia harus bersih dari korupsi sistem, sehingga tidak menjadi sistem yang korup.
    Sesuai dengan amanat Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 bahwa Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi Dasar Negara RI harus dijiwai PIAGAM JAKARTA 22 Juni 1945 yang berintikan SYARIAT ISLAM, maka sistem bernegara Indonesia harus berdasarkan Syariat Islam. Sistem yang berdiri tegak atas dasar Syariat Islam adalah sistem yang bersih, sistem yang anti korupsi, sistem yang mendapat berkah ilahi.
    Dan sesuai amanat konstitusi bahwasanya Indonesia adalah Negara Musyawarah, bukan Negara Demokrasi, apalagi Negara Liberal, maka bangsa Indonesia harus menjunjung tinggi Musyawarah Mufakat sesuai dengan ajaran Islam. Musyawarah Demokrasi adalah musyawarah palsu karena hanya mengacu kepada suara terbanyak, sehingga dengan suara terbanyak bisa menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Sedang Musyawarah Islam adalah musyawarah sejati yang selalu mengacu kepada kebenaran ajaran Islam, sehingga akan tetap menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.
    KAWAN DAN LAWAN KORUPTOR
    Waspada ! Kini banyak maling teriak maling, banyak rampok teriak rampok, banyak koruptor teriak koruptor. Hati-hati, ada banyak LSM Komprador yang menjadi antek asing, suaranya nyaring anti korupsi, tapi di balik itu ia justru melindungi aneka korupsi untuk kepentingan asing. Bahkan tanpa punya rasa malu, ada LSM Komprador yang sok suci anti korupsi, tapi ternyata banyak koruptor disandera dan diperas untuk dijadikan ATM pribadi.
    Termasuk kalangan Liberal, harus betul-betul diwaspadai. Teriakan anti korupsi dari kalangan Liberal jangan sekali-kali dipercaya, karena mereka antek asing yang sering menikmati dana asing dan berjuang untuk kepentingan asing. Mana ada ANTEK yang jujur ? Mana ada ANTEK yang tulus ? Agama saja dikorupsi oleh Liberal, apalagi "fulus". Liberal itu identik dengan "Amplopisme" dan "Kursiologi". Waspadalah, jangan terkecoh ! Liberal itu adalah anjing peliharaan NEOLIB, yang siap menggonggong dan menggigit siapa saja sesuai instruksi majikannya.
    Semua agama mengharamkan korupsi, sehingga koruptor menjadi musuh bersama semua umat beragama. Karenanya, anda bisa bekerja sama dengan umat agama apa pun untuk perang melawan korupsi, selama mereka tulus dan jujur serta tidak bersentuhan dalam bentuk apa pun dengan Liberalisme atau Neolib.
    Akhirnya, kenalilah kawan dan lawan dalam perang melawan korupsi. Ayo..., Basmi Korupsi dan Ganyang Koruptor ! Allahu Akbar !
    Penulis: Habib Muhammad Rizieq Syihab, MA
    [slm/fpi]