Analisis: Mengawasi Hasil Yang Diperoleh di Suriah


Syabab.Com - “Pemerintahan Amerika tahu bahwa jika mereka tidak mulai melakukan sesuatu, perang akan berakhir dan mereka tidak akan memiliki pengaruh terhadap pasukan yang bertempur di lapangan. Mereka mungkin memiliki sedikit pengaruh pada berbagai kelompok politik dan faksi-faksi, namun mereka tidak akan memiliki pengaruh pada para pejuang, yang akan mengontrol wilayah itu “. [1]
Pada saat pergolakan di Suriah memasuki tahun kedua, Washington Post memberitakan kabar tersebut, pada Senin 24 Februari, bahwa masuknya persenjataan berat baru ke Suriah telah membuat goyah keseimbangan kekuasaan terhadap para pejuang [2]. Senjata canggih anti-tank seperti M60 dan senjata anti-tank M79 Osa, serta granat berpeluncur roket canggih seperti RBG-6 dan RPG-22 telah memasuki wilayah konflik. Peluncur roket dari bahu buatan Cina FN-6 yaitu MANPADS juga telah terlihat melalui video internet pada berbagai serangan sejak awal tahun 2013. [3] Senjata-senjata tersebut bukan bagian dari yang dimiliki oleh rezim Suriah, dan tidak satupun dari senjata itu yang digunakan oleh militer Suriah, dan tidak pernah digunakan sebelumnya oleh para pejuang Suriah. CNN menegaskan posisi Barat: “Pemerintahan Obama telah menolak memberikan senjata kepada para pejuang karena khawatir senjata-senjata tersebut akhirnya bisa jatuh ke tangan ‘kelompok-kelompok ekstremis’, seperti Jabha Nusroh yang masuk dalam daftar hitam ” [4]
Pertanyaan yang muncul adalah apa yang telah mendorong perubahan mendadak dalam kebijakan mempersenjatai para pejuang itu dengan senjata-senjata berat. Sejak November 2012, pasukan Bashar al-Assad telah mundur karena menghadapi senjata-senjata yang canggih dan gerak maju dari pasukan pejuang. Pasukan Bashar al-Assad yang dikepung di utara negara itu karena pasokan ke pasukannya telah diblokir, terpaksa memasok pasukannya itu dari udara. Pasukan pejuang secara perlahan telah menguasai wilayah yang dikuasai oleh pasukan Assad dan jatuhnya Pangkalan Udara Taftanaz (pangkalan udara terbesar kedua di negara itu) pada Januari 2013 merupakan bukti perubahan keseimbangan kekuasaan di negara itu. Para pejuang menyerbu bendungan hidroelektrik Thawra di Eufrat, yang merupakan salah satu bendungan dengan fasilitas pembangkit listrik terbesar di Suriah. Pasukan Al-Assad kini menghadapi serangan setiap hari di Damaskus dan sekitarnya, dimana mereka berhasil banyak wilayah di ibukota. Dalam suatu tindakan putus asa rezim al-Assad meluncurkan rudal SCUD untuk melawan para pejuang yang menguasai wilayah Aleppo pada akhir Februari. [5]
Menlu AS yang baru, John Kerry pada perjalanan pertamanya ke luar negeri, berbicara pada sebuah konferensi pers di London yang mengatakan tentang Suriah: “Saya adalah Menlu AS yang baru dan Presiden Amerika Serikat telah mengutus saya karena dia prihatin atas berbagai peristiwa yang terjadi “[6]. Untuk mempengaruhi arah di masa depan, AS telah bekerja untuk melemahkan unsur-unsur Islam dari pasukan pejuang, lapor The New York Times “. Distribusi senjata terutama bagi kelompok-kelompok bersenjata yang dianggap sebagai kelompok-kelompok nasionalis dan sekuler, tampaknya telah dimaksudkan untuk meminggirkan kelompok-kelompok jihad yang perannya dalam perang telah membuat khawatir kekuatan Barat dan regional” [7] Senjata-senjata itu pertama kali terlihat di Dera, Suriah Selatan pada Desember 2012 lewat pengiriman melalui Jordan, dimana para pejabat mengatakan kepada New York Times. [8] Menteri Pertahanan AS Leon Panetta mengkonfirmasikan pada bulan Oktober 2012 bahwa sebuah tim perencana militer AS berada di Yordania : “Saat ini, kami telah bekerja sama dengan Jordan untuk jangka waktu tertentu … pada sejumlah isu-isu yang telah berkembang sebagai hasil dari apa yang terjadi di Suriah.” [9]
Sejak itu, AS dimulai mengkontrol aliran senjata ke negara itu. Dengan cara ini, AS telah mampu secara efektif mengontrol hasil pemberontakan. Pasukan pejuang telah lama mengeluh tentang pengiriman senjata-senjata yang dijanjikan dan persenjataan berat dari AS yang tidak kunjung dikirimkan, meskipun AS terus mengungkapkan retorika yang mendukung para pejuang. Dalam satu insiden, para pejuang yang telah mengadakan pertemuan dengan CIA untuk mendapatkan senjata menegaskan: “bahwa Amerika tidak memunuhi satupun janji-janji itu, bahkan tidak juga peralatan komunikasi maupun perlengkapan rumah sakit.” [10] Dalam retorika itu, AS memberikan perlindungan kepada al-Assad untuk melaksanakan kejahatan keji dan mengakhiri para pejuang, namun hal ini telah gagal karena pasukan pejuang menguasai sebagian besar wilayah dan sekarang memulai serangan mereka sendiri ke Damaskus.
Kedatangan senjata-senjata baru di seluruh negara menunjukkan adanya dua jalur pasokan senjata – satu dari Yordania dan satunya dari Turki. Hal ini berarti jika terjadi pemotongan terhadap suplai pasokan amunisi, seperti senjata RPG yang canggih yang merupakan senjata anti-tank yang yang perlu terus diisi ulang, maka senjata-senjata ini tidak efektif. Hal ini menciptakan krisi ketergantungan – yang merupakan posisi yang ideal bagi siapa pun yang berharap untuk mengontrol hasil yang diperoleh dari pemberontakan di Suriah.
Akhir permainan bagi Bashar al-Assad mulai terjadi beberapa waktu lalu. Apa yang membuat khawatir Barat adalah peran sentral dan berpengaruh dari para pejuang Islam. Keberhasilan para pejuang dipimpin oleh Jabhah Nusroh, yang dianggap AS sebagai kelompok teroris. Untuk mendorong perpecahan antara para pejuang dan mendukung para pejuang yang berpandangan lebih sekuler dan nasionalis, AS telah memastikan bahwa hanya kelompok-kelompok pejuang yang seperti inilah yang menerima senjata-senjata yang canggih dan baru. Hal ini dimaksudkan untuk melawan pengaruh kelompok-kelompok yang menyerukan Islam di Suriah pasca al-Assad. Dewan Hubungan Luar Negeri mengatakan hal ini terus terang: “Satu-satunya strategi yang merupakan kesempatan – dan tidak perlu kesempatan yang sangat baik – bagi Amerika Serikat, pasca-Assad Alawi, dan kelompok Sunni sekuler di Suriah adalah untuk memfokuskan tanpa henti pada suatu tujuan umum: menghentikan kemenangan kelompok ‘ekstremis’ Islam “[11]. [rz/htipress/revolutionobserver.com/syabab.com]
________________________
Sumber: revolutionobserver.com (3/3/2013)