Tumbal Kepentingan Amerika dan Barat di Suriah


Syabab.Com - Para Menteri Luar Negeri negara-negara anggota NATO dalam pertemuan baru-baru ini di Brussels, ibukota Belgia sepakat menuntut ketegasan untuk membangun sistem pertahanan rudal Patriot di bawah kendali NATO di perbatasan Turki-Suriah. Bahkan dalam hal ini, telah diumumkan kesepakatan tentang penyediaan sistem tersebut oleh Amerika Serikat, Jerman dan Belanda, sebagai pihak yang memilikinya.
Sementara Kementerian Luar Negeri Turki telah menyatakan siap untuk menerima permintaan NATO untuk ditempati pembangunan sistem pertahanan rudal Patriot, dengan menyatakan bahwa “tindakan yang telah diambil tidak akan digunakan untuk tujuan penyerangan.” [Sumber: Tum Haber Ajansları ve TV Kanalları].
*** *** ***
Masalah persetujuan NATO tentang penyebaran sistem pertahanan rudal Patriot di perbatasan Turki-Suriah dapat dinilai sebagai berikut:
Pembentukan Koalisi Nasional Suriah di ibukota Qatar, Doha oleh Amerika Serikat, dan kemudian melahirkan Mu’adz al-Khathib sebagai pemimpinnya, benar-benar telah meningkatkan kecepatan tindakan militer dan politik yang dilakukan terkait urusan Suriah. Sementara di saat AS dan negara-negara Barat mempersiapkan langkah-langkah tersebut terkait urusan Suriah, ternyata AS dan negara-negara Barat juga mengambil keputusan yang mengharuskan penyebaran sistem pertahanan rudal Patriot di perbatasan Turki, di bawah payung NATO.
Peran Turki terkait masalah intervensi Amerika Serikat di Suriah sangat penting dan signifikan. Sebab, tidak mungkin setiap tindakan militer apapun itu berhasil, sementara Turki tidak dilibatkan. Namun, untuk melibatkan Turki harus mempersiapkan opini umum Turki dari aspek hukum hingga Turki mampu melakukan operasi militer di Suriah. Persetujuan Majelis Rakyat baru-baru ini terkait intervensi militer, dan kembali membentuk pangkalan tempur, maka itu tidak lain adalah langkah politik dan hukum dalam masalah ni.
Selain itu, Amerika sedang menyiapkan rencana dan skenario kotor agar Koalisi Nasional mendapatkan restu rakyat, yakni agar rakyat menerima Koalisi Nasional sebagai satu-satunya perwakilan rakyat Suriah yang sah. Rencana dan skenario kotor itu adalah sebagai berikut: “Tentara Suriah sengaja menembakkan sejumlah rudal “simbolis” yang membawa hulu ledak kimia ke wilayah Turki. Dan sebagai balasannya, tentara Turki masuk ke wilayah Suriah melalui deklarasi pemerintah Turki, yang menyatakan bahwa Turki dalam keadaan perang dengan Suriah. Kemudian dimulailah pembicaraan tentang senjata kimia bertepatan dengan konteks pembangunan pangkalan pertahanan rudal Patriot, serta peringatan Amerika Serikat kepada Basyar al-Assad sebagai perkara yang sangat penting. Seolah-olah Amerika mengirimkan pesan yang menyatakan bahwa “Suriah telah menembakkan senjata kimia.”
Sebab, masuknya Turki secara militer ke Suriah, berarti jatuhnya Basyar al-Assad, dan pembersihan semua kelompok bersenjata. Setelah itu, Koalisi Nasional yang baru membentuk pemerintahan transisi, lalu membentuk pemerintah dan tentara yang keduanya sama baru, serta menyampaikan seruan kepada kelompok oposisi selama intervensi mereka untuk mendirikan negara Islam dengan meninggalkan senjata mereka, dan membuat kesepakatan dengan rezim yang berkuasa, atau bersatu dengannya, dan mengumumkan bahwa kelompok oposisi yang menolaknya dinilai sebagai teroris oleh Amerika Serikat dan Barat melalui opini umum dunia.
Ketika Amerika Serikat mengumumkan beberapa kelompok pejuang sebagai teroris dan memasukkannya ke dalam daftar terorisme, maka hal ini akan memperkuat opini tersebut. Sebagaimana pengumuman koalisi baru adalah untuk membuat opini publik dunia dan lokal dengan menunjuk duta besar baru, dengan diwakili Prancis, yang menunjukkan pembentukan pemerintahan transisi setelah Basyar al-Assad, bahkan ia merupakan perwakilan satu-satunya yang sah bagi rakyat Suriah.
Untuk alasan ini, maka Amerika Serikat akan lebih fokus untuk melaksanakan rencana jahatnya tersebut, yaitu dengan membiarkan Turki mempersiapkan serangan terhadap Suriah menjelang berdirinya negara Islam apapun yang diperkirakan akan beridiri di saat jatuhnya rezim Basyar al-Assad. Dengan kata lain, bahwa Amerika Serikat dan negara-negara Barat merasa sudah sangat dekat lahirnya Negara Khilafah, yang merupakan cara satu-satunya menuju penerapan Islam kaffah. Sehingga hal ini diyakini sebagai ancaman bagi mereka. Untuk alasan ini pula, mereka mempercepat aktivitas militer dan politiknya.
Sumber: hibz-ut-tahrir.info, 25/12/2012. [htipress/syabab.com]
Read More

konspirasi ahmadiyah




Benarkah kelopok ahmadiyah itu hanya jamaah seperti yang jamaah lainnya yang hanya ingin mempertahankan pemahamannya kepada allah swt seperti kelompok minoritas keagamaan di dunia ini ataukah ada sesuatu di balik eksisnya ahmadiyah... Banyak keanehan yang terjadi dari munnculnya,cara geraknya,para pengikutnya dan lebih aneh lagi adalah kelompok ahmadiyah justru mmalah mendapat dukungan penuh dari kaum imperialis di dunia barat....
Read More

serangan istilah di tengah-tengah kita



Mendengar kata serangan mungkin dalam benak kita berpikir bahwa berupa tembakan atau pukulan yang di hujamkan pada diri kita..Banyak pemahaman sudah merebak di lingkup intelektual bahwa serangan yang paling berbahaya pada diri kita sesungguhnya serangan yang berupa serangan yang tidak bisa terlihat.Dalam hal ini sebelum kita membahas lebih jauh lagi tentang jenis serangan ini alangkah afdholnya jika kita mengetahui pambagian terperinci tentang SERANGAN itu sendiri.

Serangan adalah suatu tindakan yang di tujukan untuk melumpuhkan kekuatan kita. Adaapun jenis serangan itu sendiri di bagi menjadi 2 antara lain:

1.Serangan kasar 
2.Serangan halus

1.Serangan kasar adalah suatu serangan yang sangatlah mudah bagi kita untuk mengetahui bahwa tindakan itu adalah tindakan serangan.. contoh sederhananya apabila kita di pukul atau di tembak supaya kita menjadi kalah .
Read More

kenakalan remaja hasil dari kenakalan orang tua



Nakal artinya suka berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu dsb, terutama bagi anak-anak). Juga berarti buruk kelakuan. Kenakalan adalah kata sifat dari nakal atau perbuatan nakal. Bisa juga berarti tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma yang berlaku di masyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2003, hlm. 772)
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi.
Baiklah sebelum membahas lebih jauh tentang kenakalan remaja kita harus tahu definisinya terlebih dahulu
  • Menurut Kartono, ilmuwan sosiologi
    Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang". 
  • Menurut Santrock 
    "Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal."
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.
Ada beberapa jenis kenakalan remaja diantaranya:
  • Penyalahgunaan narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang)
  • Seks bebas (Free sex)
  • Tawuran antara pelajar
Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). 
Faktor internal:
  1. Krisis identitas
    Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya.Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua. 
  2. Kontrol diri yang lemah
    Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
  1. Keluarga
    Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
  2. Teman sebaya yang kurang baik
  3. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja:
  1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
  2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
  3. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
  4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
  5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
KENAKALAN ORANG TUA
Kita mungkin bosan apabila selalu membicarakan kenakalan remaja dan anak-anak. Tapi, kita jarang dengar dan membicarakan kenakalan orangtua. Padahal, kalau mo dirunut lumayan banyak juga lho kenakalan ortu yang memang sangat berpengaruh kepada kehidupan kita. Kenakalan orangtua ini bisa diperluas bukan hanya orangtua di rumah alias keluarga kita. Tapi orangtua di masyarakat seperti guru-guru di sekolah, orang-orang dewasa di lingkungan sekitar, orang-orang dewasa yang bisa kita lihat tampilan wajah dan aksinya di televisi, orang-orang dewasa yang saban hari kita temui di sekolah kehidupan kita, termasuk dalam hal ini adalah para ortu yang menjadi pejabat di negeri ini.
Bukan maksud untuk mengejek ortu kita. Ini sekadar renungan aja, betapa kita suka lupa bahwa kenakalan remaja tidak bisa lepas dari teladan yang sudah ada, kalau kita membicarakan kenakalan remaja sampai berbusa-busa atau menulis sampai berlembar-lembar lengkap dengan taburan faktanya, maka tidak ada salahnya juga apabila kita sedikit membahas kenakalan orangtua, sebagai bahan renungan bagi kita semua. Ya, semoga saja kita juga jadi bisa mengingatkan para ortu yang mau tidak mau memang sudah dan akan mewarnai kehidupan anak2nya saat ini. Ortu di rumah, ortu di masyarakat, dan tentunya ortu yang bertugas sebagai pengurus negara dan rakyat. Semua itu adalah ortu kita yang seharusnya menjadi teladan yang baik buat kita dalam menjalani kehidupan ini.
Kenakalan orangtua dalam ikatan keluarga
Setidaknya ada dua poin yang bisa disebut sebagai kenakalan orangtua secara umum.
Pertama, soal akhlak. Wallahu’alam, apakah karena terlalu sibuk atau tidak mengerti harus berbuat, banyak ortu di rumah yang abai dalam soal akhlak Islam yang baik ini. Padahal, anak   akan belajar pertama kali dari cara ortu, karena begitu dekatnya jarak antara anak dengan ortu. akhlak ini adalah sifat yang harus dimiliki setiap muslim, Menurut Muhammad Husain Abdullah, dalam kitabnya, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, hlm 100, disebutkan bahwa secara bahasa akhlak berasal dari kata al-khuluq yang berarti kebiasaan (as-sajiyah) dan tabiat (at-thab’u). Sedangkan menurut istilah (makna syara’) akhlak adalah sifat-sifat yang diperintahkan Allah kepada seorang muslim untuk dimiliki tatkala ia melaksanakan berbagai aktivitasnya. Sifat-sifat akhlak ini tampak pada diri seorang muslim tatkala dia melaksanakan berbagai aktivitas—seperti ibadah, muamalah, dan lain sebagainya. Tentu, jika semua aktivitas itu ia lakukan secara benar sesuai tuntunan syariat Islam.
Nah, para orang tua sebagian besar belum mengerti soal ini. faktanya ada yang begitu. Contoh di daerah perkampungan, ada orangtua yang suka ikut memprovokasi anaknya untuk bertengkar dengan temannya. Kata-kata penyemangat yang sebenarnya lebih terasa hasutan dihembuskan, “Kamu jangan mau kalah sama dia. Lawan!”, misalnya.
Akibatnya, memang anak-anak di satu keluarga itu akhirnya jadi sombong dan angkuh apabila bergaul, juga kerap berbuat onar karena merasa ada legalitas secara tidak tertulis dari ortunya itu.
Kedua, mengabaikan pelaksanaan syariat. Urusan sholat seringkali jadi masalah. Pelaksanaan syariat untuk individu ini acapkali diabaikan. Kalo ortunya aja sholatnya sesukanya, atau bahkan nggak sama sekali, akan menimbulkan dampak bagi anak. Apalagi jika menyuruh atau mengingatkan anaknya saja untuk sholat nggak pernah. Wah, mungkin nggak adil juga kalo di kemudian hari nyalahin anak yang nggak sholat. Wong, orangtuanya aja nggak sholat dan nggak membimbing anaknya untuk sholat.
Pengetahuan dalam hal pelaksanaan syariat untuk individu saja, khususnya berpakaian, seringkali terabaikan oleh para orangtua. Kenakalan ortu yang (mungkin saja) tidak disengaja ini bisa membentuk karakter kita dan sudut pandang kita dalam melihat berbagai masalah. Wajar dong kalo kemudian banyak di antara temen cewek kita yang sulit dikasih tahu tentang wajibnya berjilbab kalo keluar rumah atau ada orang asing (bukan mahram) yang berkunjung ke rumahnya. Karena merasa berkerudung en berjilbab tuh kalo mo ke tempat pengajian aja. Seperti yang dicontohkan ortunya.
Ini baru soal sholat dan berbusana lho (dan kebetulan memang ini yang lebih menonjol masalahnya). Kayaknya masih banyak deh pelaksanaan syariat Islam yang belum dibiasakan di tengah keluarga oleh para orangtua.
Kenakalan orangtua di masyarakat
Kita perlu tahu juga soal kenakalan ortu di masyarakat.
Pertama, menciptakan suasana yang nggak produktif. Hmm... kayaknya udah jadi rahasia umum, untuk bapak-bapak kalau mereka sudah kumpul pasti ada aja yang dilakukan yang deket-deket dengan sikap malas. Bapak-bapak apabila mereka berdua, selain ngobrol bisa juga main catur. Kalo berempat, malah ada kemungkinan main gaple. Seringnya sih begitu. Terutama kalo malam hari sambil nemani yang ronda Main catur dan main gaple ada yang bilang boleh-boleh aja kalo nggak pake duit alias judi. Cuma nggak muru’ah aja. Nggak menjaga kehormatan diri, Maklumlah, orang yang kerjanya cuma gaple aja tiap malam dicap orang pangedulan alias tukang malas.  Apalagi kalo main catur or gaple itu dilakukan pagi hari di hari kerja, atau siang hari di hari kerja, kayaknya nggak enak banget dilihat deh. Kesan yang muncul kan jadinya memelihara kemalasan.
Belum lagi kalo ibu-ibu. Baik mereka berdua, bertiga, berempat, bahkan rame-rame di forum arisan, tetep aja yang dilakukan adalah ngegosip. Ini umumnya
Kedua, menyediakan sarana kemaksiatan. Pemilik pabrik narkoba rata-rata ya orangtua. Mereka yang jadi bandar besar kebanyakan para orangtua. Nah, yang mengkonsumsi narkobanya, selain orang dewasa, ada juga yang remaja. Wah, bukannya ngasih pelajaran yang baik, malah menjerumuskan remaja demi keuntungan dan kepuasan materi yang ingin diraih para pengusaha barang haram itu. Orangtua di masyarakat yang kayak gini, jelas nakal dan jahat.
Selain narkoba, kita juga udah tahu kalau judi kini sudah membudaya. Mulai dari judi togel, sabung ayam, pacuan kuda, taruhan di pertandingan sepakbola, gaple yang pake duit, rolet, dan casino, sampe judi via fasilitas pengiriman SMS untuk mendukung kontestan pilihannya di ajang pencarian bakat tertentu di televisi. Ternyata mereka malah memfasilitasi sarana kemaksiatan dan tentunya mencontohkan kenakalan.
Bukan hanya narkoba dan judi, ortu di masyarakat juga malah menyediakan tempat hiburan seperti diskotik. Bukan berburuk sangka, tapi kenyataan umum yang namanya diskotik tuh identik banget dengan tempat hura-hura, tempat mangkalnya orang-orang nakal, tempat transaksi narkoba, transaksi pelacuran, dan aktivitas maksiat lainnya. Pelakunya, banyak juga yang remaja.
Ketiga, pendidik yang abai. Sekolah dan kampus boleh dibilang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk belajar bagi kita. Namun, seringkali tak seperti tujuan awalnya. Memang, tidak semuanya jelek. Tapi, kita bicara umumnya. Misalnya, ada oknum guru yang mengajarkan asusila kepada murid-muridnya. Faktanya, kalau sempat baca-baca berita ada oknum guru yang melakukan pelecehan seksual kepada muridnya. yang begini ini bisa memicu kenakalan anak didiknya. Semoga tidak banyak ortu di masyarakat yang seperti ini.
Akhirnya baik remaja atau orang tua adalah sama-sama manusia yang tidak luput dari khilaf dan dosa,amiiin..  semoga artikel ini bermanfaat bagi semua….
Read More

felix siauw inspiration

untuk kali ini menyajikan dokumentasi dari sobat kita yang agak sipit matanya yaitu  
ustadz felix . beliau masih muda belia namun semangat dan geraknya dalam dakwah perubahan menuju tegaknya hukum allah swt sangatlah patut di jadikan contoh bagi kita semua terutama kaum muda. Beliau dulunya seoang non muslim dan sekarang menjadi mualaf dan berada dalam barisan pengemban dakwah dari H T I..

Read More

Eva: Asing Intervensi 76 Undang-undang


Jum’at, 20 Agustus 2010 | 16:27 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta –Anggota DPR Eva Kusuma Sundari mengatakan, ada campur tangan asing terlibat dalam penyusunan puluhan undang-undang di Indonesia. “Ada 76 undang-undang yang draft-nya dilakukan pihak asing,” kata Eva saat dihubungi Tempo, Jumat (20/8).
Eva mengatakan, temuan ini diperolehnya dari sumber Badan Intelijen Negara. Puluhan UU dengan intervensi asing itu dilakukan dalam 12 tahun pasca reformasi. Inti dari intervensi ini adalah upaya meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia. Contohnya, UU tentang Migas, Kelistrikan, Pebankan dan Keuangan, Pertanian, serta sumber Daya Air.
Menurut dia, semua undang-undang tersebut adalah usulan pemerintah. “Tidak ada yang dari DPR,” kata politikus PDIP ini. Eva menyesalkan mengapa pemerintah lebih mengakomodasi kepentingan asing dalam undang-undang tersebut. Padahal, pemerintah telah berpengalaman selama 65 tahun kemerdekaan. “Di sana juga berkumpul orang-orang pinter,” ujarnya.
Eva mengakui meskipun pada akhirnya undang-undang tersebut juga dibahas bersama di DPR, kalangan Dewan tidak bisa banyak diharapkan mencegah intervensi asing itu. “Secara kapasitas, kapabilitas, belum balancing antara DPR dengan pemerintah,” ujarnya.” Apalagi kebanyakan anggota Dewan adalah orang baru yang mungkin belum terlalu berpengalaman.”
Menurut Eva, akibat intervensi itu telah dirasakan masyarakat kini. Contohnya, dalam industri perbankan dan pertanian. Di industri perbankan, aset bank nasional masih miskin. Pada bidang pertanian, nasib petani makin rentan. “Kita sangat tergantung pada impor akibat liberalisasi yang dilakukan,” ujarnya.
Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/08/20/brk,20100820-272793,id.html
Read More

Asing di Balik UU SJSN dan BPJS!


Walaupun banyak yang menentang karena dianggap perangkap neoliberal, seluruh fraksi di DPR sudah setuju RUU BPJS disahkan menjadi UU sebelum masa reses DPR (bulan Juli 2011) artinya seluruh DPR sudah bulat (Tribunnews.com, 6/07/2011).
UU tersebut menurut anggota komisi IX Surya Chandra Surapati mau mengejawantahkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sesuai falsafah gotong-royong dan Pancasila terutama Sila Kelima, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pernyataan ini dikemukakan oleh Surya ketika menanggapi adanya pendapat bahwa ada upaya  untuk meneoliberalisasikan jaminan kesehatan dan jaminan sosial di dalam RUU BPJS dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning di Gedung Nusantara I DPR, Senin (14/6).
Jelas sekali, tidak ada perbedaan antara Pemerintah dan DPR kecuali perkara-perkara teknis mengenai bentuk dan wewenang badan pengelola tersebut. Padahal faktanya UU ini, menurutmantan menteri kesehatan Ibu Siti Fadilah Supari, yang kini menjadi anggota Wantimpres,isinya jelas membebani rakyat, tidak sesuai dengan konstitusi. Ini sama saja dengan memaksa rakyat untuk ikut asuransi sehingga UU SJSN ini nggak ada manfaatnya sama sekali dan harus dirombak total!
Jika ditelusuri dengan cermat, UU SJSN dan RUU BPJS tersebut sebenarnya mengandung banyak masalah dari mulai paradigma sampai pada tataran teknis baik menurut konstitusi negara ini apalagi menurut tinjauan syariah Islam.

Meminimalkan Peran Negara
Kesalahan mendasar dari sistem jaminan sosial yang muncul dari sistem ekonomi kapitalis ini—yang kemudian diadopsi dalam UU SJSN—adalah negara tidak boleh ikut campur tangan dalam menangani urusan masyarakat, termasuk dalam urusan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan sosial masyarakat seperti kesehatan, pendidikan maupun keamanan. Semua urusan masyarakat, khususnya bidang ekonomi dan sosial, diserahkan kepada mekanisme pasar. Karena itulah, walaupun namanya Sistem Jaminan Sosial Nasioanal, isinya adalah menarik iuran wajib tiap bulan dari masyarakat tanpa pandang bulu, kaya maupun miskin, dengan cara yang murah. Sekalipun nanti yang miskin akan dibayari Pemerintah, tetapi atas nama hak sosial ini sebenarnya rakyat ditipu. Hal ini menurut Sri Fadilah bisa dilihat pada bab 5 pasal 17, ayat 1,2 dan 3 UU No. 40/2004 tentang SJSN. Ayat 1: Tiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya berdasarkan % upah atas suatu jumlah nominal tertentu. Ayat 2: Pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya dan menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan ke BPJS secara berkala. Ayat 3: Besarnya iuran ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
Untuk menjustifikasi bahwa UU SJSN ini bukan produk neoliberal mereka menggunakan dalih falsafah gotong-royong yang ada dalam Pancasila sebagaimana yang diungkapkan oleh anggota DPR dari fraksi IX di atas. Wajar kalau mantan Menteri Kesehatan Bu Sri Fadhilahmenganggap UU ini telah memalsukan nama sehingga isinya harus dirombak total karena tidak ada manfaatnya untuk rakyat, bahkan hanya akan menimbulkan penderitaan baru bagi rakyat.

Membebani Rakyat
Menurut Arim Nasim, konsep jaminan sosial merupakan kebijakan tambal-sulam untuk menutupi kegagalan sistem kapitalis. Melalui konsep keadilan sosial atau negera kesejahateraan maka negara—yang sejatinya dalam sistem kapitalis tidak boleh campur tangan langsung dalam urusan sosial kemasyarakatan—dapat menjalankan beberapa pelayanan sosial. Konsep ini sebetulnya hanya untuk menutupi kelemahan sistem kapitalis. Berkat konsep inilah sistem kapitalis masih bisa bertahan.
Sistem Jaminan sosial sendiri merupakan program yang bersifat wajib bagi seluruh rakyat. Mereka diwajibkan terlibat dalam kepesertaan dengan cara membayar iuran atau premi secara reguler kepada pelaksana, dalam hal ini BPJS. Dengan demikian, pengingkaran terhadap kewajiban tersebut bagi mereka yang dikategorikan mampu dianggap sebagai pelanggaran hukum. Pasal 1 UU tersebut berbunyi: Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.
Karena itu, sebagaimana halnya pajak, pemilik perusahaan juga diwajibkan untuk menarik iuran kepada karyawannya melalui pemotongan gaji. Demikian pula para pekerja di sektor informal seperti petani, nelayan, buruh kasar yang dipandang tidak miskin; mereka juga akan dipunguti iuran. Kebijakan ini jelas akan semakin menambah kesengsaraan rakyat, apalagi definisi orang yang dikategorikan miskin di negara ini sangat beragam. Ada garis kemiskinan yang dikeluarkan Pemerintah setiap tahun berdasarkan survei pengeluaran rumah tangga. Adapula pula standar kemiskinan Bank Dunia sebesar US$ 2 perhari. Selain itu, ada Survey Rumah Tangga Sasaran Penerima Bantuan Langung Tunai (BLT) yang menetapkan orang miskin berbeda dengan kriteria sebelumnya. Masing-masing standar tersebut menghasilkan jumlah orang miskin yang berbeda. Apalagi dengan standar kemiskinan baru yang ditetapkan Standar Statistika Negara melalui Badan Pusat Statistik yang menetapkan standar kemiskinan baru untuk perkotaan semakin rendah dengan pengeluaraan sebesar Rp 7.000 perhari(Pikiran Rakyat, 14/7/2011). Berarti angka kemiskinan akan turun drastis dan muncul orang kaya baru? Pasalnya, orang yang berpenghasilan Rp 217.000 perbulan dengan asumsi satu bulan 31 hari mereka tidak lagi masuk kategori miskin. Padahal banyak pekerja di negeri ini termasuk di sektor formal, sekalipun yang pendapatannya jauh di atas, tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok yang layak. Selain itu, akibat tingginya inflasi yang tidak dapat dikendalikan Pemerintah, komersialisasi berbagai fasilitas publik, dan perluasan pungutan pajak, membuat biaya hidup rakyat akan semakin tinggi. Jika mereka kembali dipaksa untuk membayar iuran jaminan sosial tersebut maka dapat dipastikan beban hidup yang akan mereka tanggung akan semakit berat.

Badan Pelaksana
Meski pengelolaan dana jaminan sosial bersifat nirlaba, yakni keuntangannya dikembalikan kepada peserta, BPJS memiliki independensi dalam pengelolaan dana tersebut. Dalam RUU BPJS pasal 8 (b) disebutkan bahwa BPJS berwenang untuk “menempatkan dana jaminansosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbang-kan aspeklikuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai.” Dengan demikian, BPJS berhak mengelola dan mengembangkan dana tersebut pada berbagai kegiatan investasi yang dianggap menguntungkan. Dana tersebut, seperti dana asuransi lainnya, dapat diinvestasikan pada berbagai portofolio investasi seperti saham, obligasi dan deposito perbankan.
Menurut Siti Fadhilah, meskipun namanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, isinya bukan tentang jaminan social; tetapi cara mengumpulkan dana masyarakat secara paksa, termasuk dana APBN untuk masyarakat miskin. Dana dari 250 juta rakyat Indonesia itu nanti disetor ke BPJS lalu dikuasakan ke segelintir orang yang namanya wali amanah. Lembaga ini sangat independen, tidak boleh ada campur tangan Pemerintah. Nanti dana yang terkumpul ini akan digunakan untuk kepentingan bisnis kelompok tertentu, termasuk perusahaan asing, yang sulit dipertanggungjawabkan. Padahal dana ini dikumpulkan dari seluruh rakyat. Apalagi kalau 4 BUMN (ASABRI, TASPEN, JAMSOSTEK, ASKES) digabungkan, ini menyangkut dana 190 triliun!
Karena itu, wajarlah kalau UU SJSN dan RUU BPJS, sebagaimana halnya UU lain, sarat dengan intervensi asing. Pembuatan UU tersebut merupakan bagian dari paket reformasi jaminan sosial dan keuangan Pemerintah yang digagas oleh ADB pada tahun 2002 pada masa pemerintahan Megawati. Hal tersebut terungkap dalam dokumen Asian Development Bank (ADB) tahun 2006 yang bertajuk, “Financial Governance and Social Security Reform Program (FGSSR).” Dalam dokumen tersebut antara lain disebutkan: “Bantuan Teknis dari ADB telah disiapkan untuk membantu mengembangkan SJSN yang sejalan dengan sejumlah kebijakan kunci dan prioritas yang dibuat oleh tim penyusun dan lembaga lain.” Nilai pinjaman program FGSSR ini sendiri sebesar US$ 250 juta atau Rp 2,25 triliun dengan kurs 9.000/US$.
Dalam kondisi tertentu, dana tersebut dapat dimanfaatkan Pemerintah untuk mem-bail-outsektor finansial jika terjadi krisis. Pada krisis 2008, misalnya, Pemerintah Indonesia pernah memerintahkan beberapa BUMN untuk melakukan buy-back saham-saham di pasar modal untuk membantu mengangkat nilai IHSG yang melorot tajam akibat penarikan modal besar-besaran oleh investor asing.
Dengan demikian, yang diuntungkan dengan pemberlakukan UU tersebut adalah para investor dan negara-negara yang pembiayaan anggarannya bergantung pada sektor finansial. Inilah salah satu alasan mengapa pihak asing berambisi untuk mengegolkan UU ini.
Di sisi lain, dengan alasan agar dana yang dihimpun dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang, maka pembayaran klaim terhadap peserta asuransi seperti pelayanan kesehatan, santunan kepada para pensiunan akan bersifat minimalis. Bahkan yang lebih tragis, sebagaimana yang terjadi di negara lain, perusahaan-perusahaan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS, dengan berbagai alasan, dapat meningkatkan klaim pembiayaan kepada BPJS. Konsekuensinya, biaya iuran yang dikenakan BPJS kepada para peserta akan ditingkatkan. Jika masih kurang, negara dipaksa untuk memberikan dana talangan.

Tidak Menyelesaikan Masalah
Jaminan Sosial ini bagi sebagian kalangan dipandang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya penduduk miskin. Padahal kenyataannya tidak, karena jaminan sosial tidak dimaksudkan untuk menjamin seluruh kebutuhan dasar rakyat. Bahkan dalam UU SJSN jaminan tersebut hanya terbatas pada asuransi kesehatan, kecelakaan, hari tua dan kematian. Padahal problem utama penduduk miskin adalah tidak tercukupinya kebutuhan dasar mereka secssara memadai khususnya pangan, sandang dan papan.
Bahkan di negara-negara yang dianggap maju sekalipun, sistem jaminan sosial pada faktanya tidak mampu mencakup berbagai kebutuhan dasar rakyatnya. Buktinya, mengutip data ILO, pengangguran yang menerima jaminan sosial di negara-negara berpenghasilan tertinggi sekalipun hanya 39% dari total pengangguran yang ada. Di AS dan Kanada, pengeluaran biaya kesehatan masyarakat yang dapat di-cover oleh belanja pemerintah termasuk melalui jaminan sosial hanya 47%. Selebihnya masih ditanggung oleh publik (ILO, 2011).
Dalam sistem Kapitalisme, pemenuhan kebutuhan dasar tersebut tidak menjadi tanggung jawab negara. Negara yang menganut sistem tersebut sebagaimana Indonesia tidak memiliki metode baku dalam mendistribusikan kekayaan kepada orang-orang yang tidak mampu. Negara hanya berupaya agar pendapatan perkapita rakyat secara agregat mengalami peningkatan tanpa melihat apakah masing-masing individu rakyatnya mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan tetap menjadi tanggungjawab rakyatnya sendiri.
Memang di negara-negara kapitalis, negara kadangkala melakukan intervensi dalam bentuk subsidi. Namun demikian, berbagai subsidi tersebut tidak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh rakyatnya. Di Indonesia, misalnya, ada program penjualan beras miskin (raskin), Jamkesmas dan bantuan biaya pendidikan sebesar 20% dari APBN. Namun, tetap saja jumlah dan cakupannya sangat terbatas sehingga tidak mampu menjangkau seluruh penduduk yang terkategori miskin.
Penyebab utama dari masalah ini adalah kelemahan ideologi Kapitalisme dalam mendistribusikan kekayakan di tengah-tengah masyarakat. Fokus utama dari sistem ekonomi negara ini adalah pertumbuhan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai, semakin tinggi kesejahteraan yang dapat dicapai. Namun faktanya, kekayaan yang dihasilkan dari pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh mereka yang unggul dalam kegiatan ekonomi khususnya para pemodal. Adapun mereka yang tersisih dari kegiatan ekonomi, seperti orang jompo, orang cacat, pengangguran, tetap tidak dapat menikmati kekayaan tersebut.
Para pemikir dan pengambil kebijakan di negara-negara Kapitalisme bukan tidak menyadari hal tersebut. Berbagai cara ditempuh untuk menambal ‘lubang besar’ sistem ini, termasuk pemberian subsidi dan program jaminan sosial. Namun kenyataannya, kemiskinan, pengangguran, disparitas pendapatan yang tinggi, malnutrisi dan akses kesehatan yang mahal tetap menjadi masalah yang tak dapat dipecahkan oleh sistem ini. [Muhammad Ishak/Lajnah Maslahiyyah DPP HTI]
Read More

Siti Fadilah: Tolak RUU BPJS



Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengampanyekan gerakan “Tolak RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial”. Dalam keterangan pers di Gedung DPR, Selasa (12/7/2011), Siti mengatakan, RUU BPJS yang tengah dibahas di DPR bertentangan dengan semangat UUD 1945. ”Tolak disahkannya RUU BPJS. Isinya mengancam ketahanan dan keutuhan nasional, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkapnya.
Menurut Siti, ada sejumlah alasan yang mendasari pemikirannya menolak pengesahan RUU BPJS. Pertama, konsep penarikan iuran wajib dari setiap warga negara setiap bulan tanpa pandang bulu. Kedua, ada sanksi yang mengikat bagi warga negara yang tak bisa membayar iuran. Ketiga, majikan juga diwajibkan menarik iuran dari buruhnya. Terakhir, Siti menilai ada kepentingan asing di balik upaya mengesahkan RUU BPJS. ”Jadi, meski BPJS itu katanya jaminan sosial, tetapi intinya menarik iuran paksa. Ini akan menguntungkan. Tidak sesuai dengan konstitusi,” ujarnya.
Menurut anggota Wantimpres ini pula, dengan sistem iuran, RUU BPJS jelas-jelas melanggar konstitusi karena mengubah jaminan sosial yang seharusnya adalah hak menjadi kewajiban rakyat, memiskinkan rakyat yang belum miskin, mempertajam konflik majikan dan buruh serta berbahaya karena peleburan empat BUMN yang menangani triliunan rupiah.
Menurut dia, UUD 1945 mengatur bahwa jaminan sosial sebagai perwujudan perlindungan, pemajuan dan pemenuhan hak warga negara adalah tanggung jawab negara sehingga tidak pas jika diwujudkan dalam bentuk asuransi. “Jaminan sosial dan asuransi sosial isinya jauh berbeda. Jaminan sosial itu jaminan sosial. Kalau asuransi sosial, rakyat disuruh nyicil sendiri. Jadi SJS dan BPJS sekarang tidak sesuai dengan konstitusi,” ujarnya.
“Hati-hati kalau BPJS ditetapkan. Tukang bakso, tukang singkong itu harus membayar. Kalau enggak bayar, itu ada sanksi. Ini jahatnya. UU kok malah menginjak rakyat. Jadi tiap peserta wajib membayar,” katanya.(kompas.com, 12/7/2011)
Read More

Pasal-Pasal Memalak Rakyat



Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan isi UU ini jelas membebani rakyat dan tidak sesuai konstitusi.
Si Oneng—Rieke Diah Pitoloka—bilang bahwa jika UU Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) maka seluruh rakyat Indonesia akan menerima lima jaminan, yakni kesehatan, kecelakaan, hari tua, pensiun dan kematian. Masyarakat juga akan mendapatkan penyuluhan, KB, rawat inap, rawat jalan, obat, sampai cuci darah dan operasi jantung. Semuanya gratis.
Siapa yang tidak kesengsem dengan janji manis anggota DPR Komisi IX itu. Terbayang nikmatnya diberikan segala macam jaminan sosial tersebut oleh negara. Tapi jangan senang dulu.
UU BPJS justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Tidak semua rakyat akan dijamin oleh negara. Hanya mereka yang bisa membayar premi saja yang akan mendapatkan layanan. Lho kok bayar premi? Iya, memang menurut UU tersebut yang dimaksud dengan jaminan sosial ini adalah asuransi.
Bab I Pasal 1 menjawab itu semua, ayat (3) Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk pembayaran  manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial. Juga ayat (4) Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
Berapa besarnya iuran? Menurut draft Peraturan Pemerintah (PP) yang disiapkan, ada tiga kategori pembayaran yakni Rp 22.500 bagi layanan rumah sakit kelas 3, Rp 40.000 untuk layanan kelas 2, dan Rp 50.000 untuk layanan kelas satu. Iuran itu dibayarkan setiap bulan.
Hanya rakyat miskin yang ditanggung pemerintah. Tapi miskin ini pun harus sesuai kriteria BPS yakni yang memiliki penghasilan Rp 233.000 per kapita per bulan. Kalau lebih dari itu, jangan berharap mendapat layanan kesehatan dari pemerintah jika tidak membayar premi asuransi.
Bahkan, jumlah yang dilayani oleh jaminan pemerintah ini pun terbatas. Tidak semua layanan kesehatan bisa digratiskan. Ada plafonnya. Kalau melebihi plafon, rakyat miskin harus bayar sendiri kelebihannya.
Maka pernyataan Oneng lainnya bahwa “Dengan SJSN, selama ada di wilayah Indonesia, setiap orang, kapan pun, di mana pun sakit, tidak boleh ditolak RS, sebagaimana sering terjadi saat ini” hanyalah janji-janji surga. Nyatanya, hanya mereka yang membayar dan dibayari pemerintah (orang miskin) saja yang bisa mendapatkan hal itu.
Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan isi UU ini jelas membebani rakyat dan tidak sesuai konstitusi. Ada perbedaan yang nyata antara jaminan sosial dan bayar premi asuransi. Menurutnya, jaminan sosial itu kewajiban pemerintah, sementara iuran atau premi itu kewajiban peserta asuransi kepada perusahaan asuransi. “Nanti yang untung besar kan perusahaan asuransi, rakyat yang sakit, ya bayar-bayar juga,” katanya.
Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia menilai  UU ini telah mengalihkan tanggung jawab negara dalam pelayanan publik kepada rakyatnya. Dalam penjelasan UU SJSN disebutkan bawah maksud dari prinsip gotong royong dalam UU tersebut adalah peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit.
Menurutnya, ini merupakan watak negara kapitalis yang mengomersilkan berbagai pelayanan publik. Selain itu, falsafah asuransi ini bersifat diskriminatif sebab yang ditanggung oleh negara–yang dananya berasal dari orang-orang yang dianggap mampu–hanyalah orang miskin saja. Padahal pelayanan publik merupakan tugas pemerintah yang tidak boleh dialihkan kepada pihak lain.
Berdasarkan UU BPJS, badan ini memang berfungsi layaknya perusahaan asuransi. Badan ini berhak memungut dan mengelola dana itu. Lebih dari itu, badan itu memiliki kewenangan yang sangat besar. Badan publik ini bisa menjatuhkan sanksi kepada peserta yang tidak membayar premi jaminan sosialnya baik itu perusahaan maupun perorangan. Wewenang ini jauh lebih besar dibandingkan perusahaan asuransi swasta yang ada.
Karenanya, BPJS ini berwenang menentukan siapa yang berhak dilayani atau tidak oleh instansi kesehatan. Bukankah ini sama persis dengan perusahaan asuransi konvensional yang ada? Malah dengan wewenang menjatuhkan sanksi dan memaksa, ini adalah perusahaan asuransi plus.
Tak heran banyak pihak menyebut ini adalah pemalakan. Setelah negara melepaskan diri dari tanggung jawabnya, negara menyerahkan kepada rakyatnya, dan kemudian memaksa rakyat membayar kepada perusahaan publik.
Anehnya, ketika rakyat boleh dipaksa untuk membayar premi, tapi tidak demikian dengan BPJS. Menurut BAB XI Pasal 47:BPJS tidak dapat dipailitkan berdasarkan ketentuan perundangan-undangan mengenai kepailitan.   Padahal, pemailitan bisa menjadi jalan kepada BPJS untuk mengeluarkan tanggungan dana bagi peserta yang tidak dilayani sesuai perjanjian. Berdasarkan ketentuan UU itu, kalau ada kasus, penyelesaiannya melalui mediasi. Jika mediasi mentok maka peserta bisa mengadukan hal tersebut ke pengadilan. Tapi tidak boleh mempailitkan.
UU itu juga memberikan kewenangan yang besar bagi BPJS untuk menginvestasikan dana milik peserta baik untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dalam bentuk portfolio investasi seperti saham, obligasi, deposito perbankan, dan sebagainya. Padahal investasi sendiri bersifat tidak pasti, bisa untung atau rugi. Jika terjadi kerugian maka bebannya akan kembali kepada rakyat. Namun, berdasarkan UU itu, jika perusahaan itu rugi karena investasi atau lainnya, pemerintah menalangi kerugian tersebut (bailout). Apa ini tidak menyakiti rakyat?

Sanksi Gila!!!

UU BPJS ini mewajibkan seluruh masyarakat mengikuti program jaminan sosial ini. Di pasal 16 disebutkan, “setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.”
Sudah dipaksa jadi peserta, kalau tidak membayar premi maka akan terkena sanksi. Ada tiga jenis sanksi yakni teguran, denda, dan/atau tidak mendapatkan layanan publik. Apa bentuk layanan publik? Penjelasan UU ini yang dimaksud: “pelayanan publik tertentu” antara lain pemrosesan izin usaha, izin mendirikan bangunan, bukti kepemilikan hak tanah dan bangunan. Itu baru ‘antara lain’, bisa saja yang lain. Walhasil melalui mekanisme sanksi ini rakyat terpaksa harus membayar premi jika tidak mau layanan negara kepadanya dihilangkan. “Ini gila,” kata jubir HTI Ismail Yusanto.
Nah, pengenaan sanksi itu tidak dilakukan sendiri oleh BPJS. Tapi menurut UU itu, BPJS bisa meminta pemerintah maupun pemerintah daerah untuk menjatuhkan sanksi. Dari sini kian terlihat, BPJS menjadi lembaga yang lebih tinggi dari pemerintah dan pemerintah daerah karena bisa memerintahkan negara untuk kepentingannya.  (mediaumat.com, 12/12)
Read More

Daripada Naikkan BBM, Potong Gaji Pejabat Negara 10%!


Rencana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi menuai banyak kontroversi. Demonstrasi marak di berbagai daerah hingga pusat Ibu Kota merupakan bentuk aspirasi masyarakat yang menolak kenaikan harga BBM. Apakah tidak ada cara lain agar aspirasi masyarakat ini bisa diterima? Jawabannya ada!
Penghematan besar-besaran menjadi kunci yang bisa dilakukan ketimbang mengorbankan masyarakat dengan menaikkan BBM. Penghematan bisa dilakukan dengan memotong gaji pejabat negara dan PNS khususnya eselon I dan II.
“Saya setuju gaji pejabat negara dan PNS khususnya eselon I dan II, tunjang-tunjangannya dipotong 5-10%,” ungkap Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis kepada detikFinance di Jakarta, Selasa (27/3/2012).
Dijelaskan Harry, pengeluaran besar anggaran negara memang terletak di tunjangan dari gaji pokok para PNS dan pejabat negara tersebut. “Dan penghematan potongan itu sebaiknya dialokasikan juga nantinya untuk infrastruktur padat karya pedesaan sehingga orang miskin pdesaan memperoleh manfaat pekerjaan dan income selama satu tahun,” ungkap Harry.
“Infrastruktur pedesaan seperti jalan desa, pengairan dan jembatan sangat penting untuk disegerakan,” imbuh Politisi Partai Golkar ini.
Sebelumnya, Politisi Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana membenarkan jika harga BBM bersubsidi saat ini tidak naik, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan semakin berat dan keuangan negara makin tidak sehat (defisit). Dampak salah satunya bisa jadi gaji para pejabat negara sampai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dipangkas.
“Benar, industri minyak kita memberikan pemasukan sekitar Rp 225 triliun ke negara. tapi kan Rp 126 triliun digunakan buat subsidi BBM yang tidak jelas siapa yang nikmati, sisanya masuk ke APBN yang ada digunakan buat bayar gaji pejabat, PNS, Polisi, TNI dan belanja-belanja negara lainnya,” kata Sutan.
Kalau BBM tidak naik, kata Sutan, maka semakin berat negara berikan subsidi BBM, kalau dibiarkan defisit anggaran negara bisa berbahaya.
“Saat ini saja BBM mau dinaikkan semua lembaga negara irit-iritnya,” ujar Sutan. (detikfinance, 27/3/2012)
Read More

Kenaikan Gaji Pejabat Berdasarkan Perbandingan dengan Negara Lain


Pemerintah berencana menaikkan gaji 8.000 pejabat negara termasuk presiden tahun ini. Kenaikan tersebut berdasarkan beberapa faktor, di antaranya adalah perbandingan gaji pejabat di negara lain.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia P Nasution ketika ditemui di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Rabu (26/1/2011).
“Tentu antara satu jabatan dengan jabatan lain dengan melihat besarnya nilai dari jabatan itu, juga dilakukan perbandingan baik dengan sektor yang berdekatan maupun dengan negara lain. Itu sudah semua dilakukan kajian-kajian itu,” ujarnya.
Menurut Mulia, dalam kajian yang telah dilakukan berdasarkan bobot tugas dan tanggung jawab, maka Presiden selaku pejabat paling tinggi menjadi acuan dari penyesuaian gaji tersebut.
“Itu sudah didahului dengan kajian sesuai tugas, bobot, dan tanggung jawab dari masing-masing pejabat negara dengan acuan tentunya Presiden sebagai pejabat paling tinggi dan nilai dari ininya, kemudian yang lain, Wapres sampai dengan pejabat pusat dan daerah, kemudian sesuai dengan nilai dari jabatan-jabatan itu,” paparnya.
Mulia menilai dengan acuan tersebut maka akan meninjau kembali gaji Direksi BUMN yang selama ini dianggap lebih tinggi dibandingkan Presiden.
“Ya itu (direksi BUMN) termasuk yang dipertimbangkan,” ungkapnya.
Mulia menyatakan penyesuaian gaji tinggal menunggu keputusan dan diharapkan bisa terealisasi dalam waktu dekat.
“Penyesuaian gaji itu sudah disiapkan tinggal menunggu keputusannya. Seperti yang sudah disebutkan Pak Menteri dan kita harapkan bisa dapat dilaksanakan dalam waktu yang tidak terlalu lama,” tuturnya.
Namun sayangnya, Mulia tidak menyebutkan berapa besar kenaikan tersebut. “Waduh kalau itu kan nanti dong dilihat,” tandasnya. (detikfinance, 26/1/2011)
Read More

Daftar Gaji Lurah dan Camat NII


Sudah menjadi rahasia umum bahwa aliran NII juga memiliki perangkat pemerintahan sendiri semacam lurah dan camat. Bahkan, mereka juga menerima gaji dari pimpinan pusat NII. Berapakah gaji mereka?
Menurut Imam Shalahudin dari NII Center menyebut, gaji para perangkat pemerintah di NII itu bermacam-macam. “Itu duitnya diambil dari pengikut,” kata Imam dalam acara Seminar bertema Teror NII “Membongkar Skenario Jahat di Balik NII” di Gedung Antara, Selasa (10/5/2011).
Berdasarkan data yang diperoleh Imam, gaji lurah di NII sebesar Rp1 juta. Kemudian naik lagi, camat bergaji Rp1,5 juta-Rp2 juta. Bahkan, untuk tingkat wilayah bergaji hingga Rp5 juta per bulan. “Waktu itu saya juga pernah dapat fasilitas motor,” terang Imam yang juga mantan perangkat pemerintah NII ini.
Selain soal gaji bagi para perangkat pemerintah, NII juga menentukan daftar harga untuk para siswa yang ingin mendapatkan kenaikan jabatan. “Syarat untuk naik jabatan pertama harus dilihat dari prestasinya. Berapa sodakohnya ataupun rekruitmen orangnya,” terang Imam.
Dalam ajaran di NII juga tidak diwajibkan menggunakan kerudung. Karena berkerudung bagi NII bukanlah ajaran Islam, melainkan budaya di arab.
Sementara itu aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menyayangkan tidak adanya tindakan keras dari aparat terkait kesalahan ajaran NII itu. Padahal semua bukti yang jelas sudah diberikan kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
“Tapi sampai sekarang belum ada yang mendapat hukuman,” sesal Ismail. (okezone.com, 10/5/2011)
Read More

Ini Daftar Gaji Karyawan Bank Indonesia


Semua pegawai Bank Indonesia akhirnya mendapat kenaikan gaji sebesar 3 persen karena kinerja karyawan BI yang berhasil menaikkan perekonomian Indonesia. Kenaikan gaji para karyawan BI disebut cost of living adjustment (COLA).
Dalam COLA, kenaikan gaji karyawan BI bisa mencapai 10 persen, jika karyawan bekerja lebih maksimal akan ditambahkan. “Jadi itu diberikan berdasarkan prestasi. Dasarnya 3 persen, tapi kalau kerjanya bagus bisa ditambah 7 persen,” ujar Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis, di DPR, Rabu (8/2/2012).
Berikut data yang dihimpun untuk gaji karyawan BI pada tahun 2011 sebelum mendapat COLA:
* Gubernur BI: Rp 153,9 juta
* Deputi Gubernur Senior: Rp 109,7 juta-Rp 164,6 juta
* Deputi Gubernur: Rp 96,8 juta-Rp 115,2 juta
* Direktur BI: Rp 50,2 juta-Rp 72,3 juta
* Deputi Direktur BI: Rp 36,1 juta-Rp 47,4 juta
* Kepala Bagian BI: Rp 25,9-Rp 38,6 juta
* Deputi Kepala Bagian BI: Rp 18,9 juta-Rp 28,9 juta
* Kepala Seksi BI: Rp 12,8 juta-Rp 22,9 juta
* Staf BI Rp 6,1 juta-Rp 15,3 juta
* Pegawai Tata Usaha: BI Rp 3,7 juta-Rp 10,9 juta
* Pegawai Dasar BI: Rp 2,7 juta-Rp 5,2 juta
(tribunnews.com, 9/2)
Read More

HTI: Kondomisasi Pintu Masuk Seks Bebas


Palembang – Kampanye penggunaan kondom (kondomisasi) untuk mencegah HIV/AIDS dituding Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai pintu masuk perilaku seks bebas di kalangan remaja.
“Pengunaan kondom untuk hubungan seks mutlak dilakukan dalam ikatan pernikahan atau suami-istri,” kata Humas Muslimah HTI Renny Kurniawati, di Palembang, Minggu (29/11).
Ia mengatakan keprihatinannya terhadap peningkatan laju penularan HIV/AIDS di dunia termasuk Indonesia yang kian meningkat. “Program penanggulangan HIV/AIDS selama ini, tidak menyentuh pada akar persoalan yang sesungguhnya,” ujarnya.
Menurut dia, akibat upaya penanggulangan HIV/AIDS yang tidak mengacu pada akar permasalahan, menjadikan pemberantasan penyebaran virus yang antara lain timbul akibat hubungan seks di luar nikah itu tidak tuntas.
Akibatnya, tutur Renny, di Indonesia hingga Juni 2009, secara kumulatif tercatat 17.699 kasus AIDS atau delapan kali lipat angka di tahun 2007, yaitu 2.947 kasus.
“Data yang menimbulkan kekhawatiran kami adalah 79,6 persen dari 298.000 orang dengan HIV/AIDS terdapat pada kelompok usia 20-39 tahun. Bahaya kehilangan generasi muda bangsa ini, akan menghadang Indonesia apabila penularan HIV/AIDS terus terjadi seperti sekarang ini,” terangnya.
Ia mengingatkan, guna menekan tingkat penyebaran HIV/AIDS, di setiap daerah perlu dilakukan sosialisasi mengenai bahaya virus mematikan tersebut. Yakni dengan melibatkan pelajar dan ibu-ibu, agar senantiasa mengawasi anaknya dari perilaku seks bebas atau pecandu obat-obatan terlarang.
Ketua Muslimah PDP I HTI Sumatera Selatan Eti Sudarti Adillah mengatakan, berbagai program pencegahan pada strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS, seperti kondomisasi, substitusi metadon, dan pembagian jarum suntik steril serta hidup sehat bersama ODHA (Orang dengan HIV/AIDS), dinilai belum efektif.
“Upaya itu tidaklah mampu melawan penyebaran HIV/AIDS, bahkan justru dapat mempertahankan keberadaan penyebaran virus ini tetap ada di.sekeliling masyarakat kita,” ujar dia.
Menurut Eti, kondomisasi tidak akan berhasil memutus mata rantai penularan HIV/ AIDS, mengingat kemampuan kondom untuk mencegah penularan virus tersebut ternyata mengandung kebohongan dan bahaya besar.
“Hal ini ditunjukkan bahwa kondom terbuat dari bahan dasar latex atau karet, yakni senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi yang berarti memiliki serat dan berpori-pori. Dengan mikroskop elektron, terlihat tiap pori berukuran 70 mikron atau 700 kali lebih besar dari ukuran HIV-1 yang hanya berdiameter 0,1 mikron,” katanya.
Ia menambahkan, kondomisasi juga merupakan pintu masuk perilaku seks bebas di kalangan masyarakat, mengingat pada kampanye penggunaan kondom itu tidak menyebutkan hubungan seks mutlak dilakukan dalam ikatan pernikahan.
“Akan tetapi yang diserukan adalah anjuran menggunakan kondom dalam melakukan seks biar aman, sehingga kondomisasi tidak terbukti mampu mencegah penyebaran HIV/AIDS,” kata dia lagi.
Dia mengingatkan pula bahwa pengesahan pembagian jarum suntik steril dan subsitusi metadon bagi penyalahguna narkoba suntik, hanya akan menambah korban pengidap HIV/AIDS. Menurut dia, substitusi itu adalah pengganti opiat (heroin) dengan zat yang masih merupakan sintesis dan turunan opiat itu sendiri, misalnya metadon, buphrenorphine HCL, tramadol, codein, dan zat sejenis lainnya. (inilah.com, 30/11/2009)
Read More